Waktu itu Aku masih kelas 5 SD,seperti biasa kalau hari jumat kami pulang sekolah lebih cepat,sekitar pukul 10:00.Aku dan teman temanku mengayuh sepeda ,tentu saja berniat pulang.
Sampai di suatu tempat aku punya ide,kukatakan sama teman teman agar kami mengambil jalan pintas agar lebih cepat sampai kerumah.Tanpa pikir panjang merekapun setuju,lalu kamipun belok ke kebun kebun kelapa sawit sambil terus mengendarai sepeda.Rintangannya memang ada,karena kami harus menyeberangi sungai mati (menurut cerita yg kudengar dulunya itu sungai wampu,namun pemerintahan kolonial Belanda memindahkan alirannya) yang ditumbuhi semak semak.sebenarnya sulit untuk menyeberanginya karena bisa saja kami terperosok kedalamnya,tapi keadaan berbeda,karena aku tau disitu ada pohon rumbia yang tumbang sehingga sangat memudahkan kami menyeberang sambil menuntun sepeda.
Rintangan terbesar sudah dilewati pikirku dalam hati,sekarang tinggal belok ke kanan maka akan sampai di kebun karet,lalu belok ke kiri dan akan sampai ke benteng(juga dibangun oleh pada masa pemerintahan kolonial Belanda di sepanjang sungai mati yang kuceritakan tadi untuk melindungi tanaman tembakau jika sungai wampu meluap),berikutnya tinggal naik ke benteng lalu menuruninya dan sampailah ke kebun karet yang tepat berada di belakang rumahku.Sambil ngobrol,
Kamipun terus berjalan menuntun sepeda sambil karena jalannya agak semak,rasanya sudah terlalu lama tapi tidak sampai juga ke kebun karet.Dalam hati aku mulai bingung,padahal aku yakin sudah mengambil jalan yang tepat,dan aku sudah cukup sering melaluinya.Kami justru melewati ladang jagung,cabai dan ladang ladang yang ditumbuhi semak karena belum ditanami lagi oleh pemiliknya setelah panen.Lama lama teman temanku mulai ribut,kok gak sampek sampek? tanya mereka padaku.Akupun menjawab sepetinya kita kesasar,dan awalnya mereka diam,lalu mulai menyalahkan keputusanku untuk melalui jalan pintas,dan akupun menyesalinya Kami berhenti dan berfikir sejenak.Rasanya Pribahasa yang sering kami dengar dari guru tidak berguna untuk kasus ini.Matahari makin menyengat,mungkin sudah hampir tengah hari,Akupun memandang ke atas jauh ke depan,terlihat jauh disana ada sebuah pohon besar.Ya,itu pohon durian yang memang banyak di kampungku.Akupun berkata pada teman temanku,lihat pohon itu,itukan pohon durian yg ada di dekat kebun karet tempat kalian angon kambing,aku mencoba meyakinkan mereka.Betul kata mereka,ayo kita menuju pohon itu.Kamipun terus fokus menuju pohon itu menerobos ladang ladang dan juga semak belukar,sampai akhirnya kamipun sampai,namun kami kecewa karena pohon itu bukanlah pohon yang kami maksudkan.Jujur saja aku sudah sangat panik,mungkin begitu juga teman temanku.Logikanya kalaupun kami tersesat maka kami harusnya tetap bisa melihat benteng karena dibangun tidak jauh dari sungai mati tadi bahkan di beberapa tempat jaraknya kurang dari 10 meter saja,walaupun ada juga yang cukup jauh lebih dari 50 meter,tapi tentu saja harusnya itu masih dalam jangkauan pandangan.Dengan perasaan yang semakin panik kami terus berjalan,dan aku mulai berdoa dalam hati.Tak lama kemudian kamipun melihat kebun karet dan kami bergegas kesana,tapi itu bukanlah kebun karet yang harusnya kami lewati,tapi tak apalah,karena kami bisa melihat benteng,kamipun sudah bisa mengayuh sepeda karena menemukan jalan setapak yang biasa dilalui.
Akhirnya kami sampai di benteng lalu mendorong sepeda untuk menaikinya lalu berbelok ke kanan.Di atas benteng kami bisa naik sepeda dengan leluasa,karena merupakan jalan yang biasa dilalui orang orang untuk pergi ke ladang,dan kamipun sering bermain disana untuk melaga buah buah karet yang kami cari.Kami lega setelah menemukan jalan yang benar lalu bergegas pulang.